Kanker paru masih menjadi momok menakutkan yang dapat menimpa siapa pun. Setiap tahun di seluruh dunia diketahui lebih dari 1,3 juta kasus kanker paru dan bronkial baru yang menyebabkan sekitar 1,1 juta kematian per tahun. Tak heran kanker yang menyerang organ pernapasan ini sebagai kanker penyebab kematian terbesar di dunia dan bertanggung jawab atas 18,7 persen kematian.
Secara umum terdapat dua tipe utama kanker paru, yakni jenis karsinomasel kecil(small cell lung cancer atau SCLC) dan kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (non-small cell lung cancer atau NSCLC) yang meliputi adenokarsinoma, squamous cell, dan large cell.
NSCLC merupakan tipe paling umum dari kanker paru yang mencakup 75 persen-80 persen dari semua kasus. "Adeno karsinoma umumnya terjadi pada kalangan perempuan, tapi sekarang ini pada semua kanker paru sudah nomor satu dibandingkan jenis lain. Angka penderita wanita juga meningkat jumlahnya," kata pakar kanker paru dari RS Dokter Soetomo Surabaya Prof Dr Benjamin P Margono SpP(K) FCCP.
Secara keseluruhan, hanya 20 persen dari orang yang terdiagnosis kanker paru akan bertahan hidup setahun setelah diagnosis, dan menurun sampai 6 persen setelah lima tahun diagnosis. Angka harapan hidup ini bisa berbeda tergantung stadium dan terapi yang dipilih. Jika terdiagnosis pada stadium dini, sampai 80 persen pasien akan bertahan hidup, setidaknya lima tahun sejak terdiagnosis.
"Walaupun didiagnosis dalam stadium paling dini (1A) dan diobati dengan cara paling mutakhir pun, survival-nya bukan 100 persen, melainkan mungkin hanya 60 persen. Sebab, teknik yang diandalkan sekarang hanya bisa mendiagnosis kalau minimal sudah 80 persen dari perjalanan penyakit itu," tutur Guru Besar Ilmu Penyakit Paru FK Unair ini.
Hampir 70 persen kasus NSCLC terdiagnosis pada stadium lanjut. Kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang lain. Jika sudah terjadi demikian, rata-rata hanya bertahan hidup empat bulan.
"Tingkat kesembuhan paling bagus kalau operasi bisa dilakukan, tapi biasanya pasien datang terlambat. Karenanya, yang terpenting adalah menjaga agar paru jangan terlanjur rusak. Antara lain dengan tidak merokok," saran spesialis paru dari Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Rumah Sakit Persahabatan Dr Tjandra Yoga Aditama MD DTM&H DTCE MARS.
Sampai saat ini rokok menyumbang peran terbesar pada kasus kanker paru,yang dihubungkan dengan 9 dari 10 kasus kanker paru. Tjandra mengungkapkan, kanker paru tak hanya berisiko bagi lelaki perokok, penyakit ini juga bisa menyerang wanita. "Bahkan menurut data WHO, wanita nonperokok berisiko dua setengah kali lebih besar daripada laki-laki nonperokok," sebutnya.
Menurut Tjandra, tingkat risiko utama juga dipengaruhi lamanya seseorang merokok. Contohnya jika A merokok 20 batang setiap hari selama 40 tahun, maka A memiliki risiko 8 kali untuk menderita kanker paru dibandingkan B yang merokok 40 batang setiap hari selama 20 tahun. Perokok pasif juga merupakan faktor risiko dengan 25 persen peningkatan risiko terkena kanker paru jika pasangannya merokok.
Sementara orang yang terpapar asap rokok di lingkungan kerja, risikonya meningkat sebesar 17 persen. Dana Reeve (istri aktor terkenal pemeran Superman, Christopher Reeve), yang konon tak pernah menyentuh rokok pun hidupnya harus berakhir di ujung penyakit mematikan ini. Faktor risiko lainnya mencakup paparan asbes dan gas radon, jaringan perut dari penyakit sebelumnya (misalkan TBC), riwayat kanker paru pada keluarga, serta terapi kanker paru sebelumnya, serta polusi udara.
Diagnosis dan terapi kanker paru cukup rumit karena penyakit ini mudah menyebar melalui sistem limfatik. Terdapat tiga jenis terapi yang lazim diberikan pada kanker paru, yaitu pembedahan, radioterapi dan kemoterapi.
Baik pembedahan atau radioterapi dapat menyembuhkan kanker paru sepanjang kanker tersebut belum menyebar ke jaringan sekitarnya. Jika diterapi pada stadium ini, angka kesembuhan mencapai 70 persen, dengan catatan kondisi pasien masih bagus.
Pada kasus NSCLC stadium lanjut, kemoterapi merupakan pilihan terapi pertama. Kemoterapi dapat diberikan dengan atau tanpa radioterapi sesuai kebutuhan pasien. Kemoterapi biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dua obat. Jika pasien tidak memberikan respons terhadap terapi lini pertama atau kanker muncul kembali, terapi lini kedua harus diberikan.
Sejumlah terapi baru juga bermunculan. Salah satunya melalui pengobatan atau terapi bertarget. Konon, obat ini memberikan efektivitas lebih baik dari kemoterapi serta menghindari efek samping yang tidak diinginkan, juga memberikan kenyamanan.
Sumber: www.lifestyle.okezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar