Social Icons

Pages

Minggu, 29 Mei 2011

Mengenal Autisme

Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosialatau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang:
-        interaksi sosial,
-        komunikasi (bahasa dan bicara),
-        perilaku-emosi,
-        pola bermain,
-        gangguan sensorik dan motorik
-        perkembangan terlambat atau tidak normal.

Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil; biasanya sebelum anak berusia 3 tahun.
Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Pervasive Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di bawah (umbrella term) PDD, yaitu:

-        Autistic Disorder (Autism) Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas.
-        Aspergers Syndrome Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.
-        Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD-NOS) Merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).
-        Retts Syndrome Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1 4 tahun.
-        Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.

Diagnosa Pervasive Develompmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD NOS) umumnya digunakan atau dipakai di Amerika Serikat untuk menjelaskan adanya beberapa karakteristik autisme pada seseorang (Howlin, 1998: 79). National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) di Amerika Serikat menyatakan bahwa Autisme dan PDD NOS adalah gangguan perkembangan yang cenderung memiliki karakteristik serupa dan gejalanya muncul sebelum usia 3 tahun. Keduanya merupakan gangguan yang bersifat neurologis yang memengaruhi kemampuan berkomunikasi, pemahaman bahasa, bermain dan kemampuan berhubungan dengan orang lain. Ketidakmampuan beradaptasi pada perubahan dan adanya respon-respon yang tidak wajar terhadap pengalaman sensoris seringkali juga dihubungkan pada gejala autisme.

Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV

A. Interaksi Sosial (minimal 2):

-        Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju
-        Kesulitan bermain dengan teman sebaya
-        Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat
-        Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah

B. Komunikasi Sosial (minimal 1):

-        Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal
-        Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris
-        Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip
-        Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi social

C. Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):

-        Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan, baik intensitas dan fokusnya
-        Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna
-        Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda

Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah (severe), sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism. Dua dikotomi dari karakteristik gangguan sesungguhnya akan sangat berpengaruh pada implikasi pendidikan maupun model-model treatment yang diberikan pada para penyandang autisme. Kiranya melalui media ini penulis menghimbau kepada para ahli dan paktisi di bidang autisme untuk semakin mengembangkan strategi-strategi dan teknik-teknik pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi mengingat fakta dari hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 80% anak dengan autisme memiliki intelegensi yang rendah dan tidak berbicara atau nonverbal. Namun sekali lagi, apapun diagnosa maupun label yang diberikan prioritasnya adalah segera diberikannya intervensi yang tepat dan sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan mereka.

Referensi baku yang digunakan secara universal dalam mengenali jenis-jenis gangguan perkembangan pada anak adalah ICD (International Classification of Diseases) Revisi ke-10 tahun 1993 dan DSM (Diagnostic And Statistical Manual) Revisi IV tahun 1994 yang keduanya sama isinya. Secara khusus dalam kategori Gangguan Perkembangan Perpasiv (Pervasive Developmental Disorder/PDD): Autisme ditunjukkan bila ditemukan 6 atau lebih dari 12 gejala yang mengacu pada 3 bidang utama gangguan, yaitu: Interaksi Sosial Komunikasi Perilaku.

Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
-        Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal
-        The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
-        The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
-        The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.

Diagnosa yang akurat dari Autisme maupun gangguan perkembangan lain yang berhubungan membutuhkan pengamatan yang menyeluruh terhadap: perilaku anak, kemampuan komunikasi dan kemampuan perkembangan lainnya. Akan sangat sulit mendiagnosa karena adanya berbagai macam gangguan yang terlihat. Observasi dan wawancara dengan orang tua juga sangat penting dalam mendiagnosa. Evaluasi tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu memungkinkan adanya standardisasi dalam mendiagnosa. Tim dapat terdiri dari neurolog, psikolog, pediatrik, paedagog, patologis ucapan/kebahasaan, okupasi terapi, pekerja sosial dan lain sebaginya.


Gejala

nak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.
Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.
-        Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.
-        Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
-        Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
-        Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
-        Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu

Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa di antaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.

Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :
-        Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan
-        Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan
-        Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
-        Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
-        Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu

Adanya kelima lampu merah di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.

Prevalensi Individu dengan autisme

Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika Serikat. Sejak tahun 80 an, bayi-bayi yang lahir di California AS, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian Autisme. Penelitian dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran saraf dari Universitas George Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata hasilnya mencengangkan; seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala autis. National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan PDD pada tahun 2000 mendekati 50 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian Frombonne (Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari autisme beserta spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah: 60/10.000 best current estimate dan terdapat 425.000 penyandang ASD yang berusia dibawah 18 tahun di Amerika Serikat. Di Inggris, data terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Autisme secara umum telah diketahui terjadi empat kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan yang terjadi pada anak perempuan. Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti. Saat ini para ahli terus mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya sehingga mereka pun dapat menemukan obat yang tepat untuk mengatasi fenomena ini. Bidang-bidang yang menjadi fokus utama dalam penelitian para ahli, meliputi; kerusakan secara neurologis dan ketidakseimbangan dalam otak yang bersifat biokimia. Dr. Ron Leaf saat melakukan seminar di Singapura pada tanggal 26 27 Maret 2004, menyebutkan beberapa faktor penyebab autisme, yaitu:
-        Genetic susceptibility different genes may be responsible in different families
-        Chromosome 7 speech / language chromosome
-        Variety of problems in pregnancy at birth or even after birth

Meskipun para ahli dan praktisi di bidang autisme tidak selamanya dapat menyetujui atau bahkan sependapat dengan penyebab-penyebab di atas. Hal terpenting yang perlu dicatat melalui hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua tidak menginginkan anak ketika hamil.

Bagaimana di Indonesia? Belum ditemukan data yang akurat mengenai keadaan yang sesungguhnya di Indonesia, namun dalam suatu wawancara di Koran Kompas; Dr. Melly Budhiman, seorang Psikiater Anak dan Ketua dari Yayasan Autisme Indonesia menyebutkan adanya peningkatan yang luar biasa. Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000 anak, sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak (Kompas: 2000). Tahun 2000 yang lalu, Dr. Ika Widyawati; staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autisme di Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus meningkat. Hal ini sungguh patut diwaspadai karena jika penduduk di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 160 juta, kira-kira berapa orang yang terdata sungguh-sungguh menyandang austime beserta spektrumnya?

Implikasi Diagnosa Autisme

Secara historis, diagnosa autisme memiliki persoalan; suatu ketika para ahli dan peneliti dalam bidang autisme bersandarkan pada ada atau tidaknya gejala, saat ini para ahli dan peneliti tampaknya berpindah menuju berbagai karakteristik yang disebut sebagai continuum autism. Aarons dan Gittents (1992) merekomendasikan adanya descriptive approach to diagnosis. Ini adalah suatu pendekatan deskriptif dalam mendiagnosa sehingga menyertakan pengamatan-pengamatan yang menyeluruh di setting-setting sosial anak sendiri. Settingya mungkin di sekolah, di taman-taman bermain atau mungkin di rumah sebagai lingkungan sehari-hari anak dimana hambatan maupun kesulitan mereka tampak jelas di antara teman-teman sebaya mereka yang normal.

Persoalan lain yang memengaruhi keakuratan suatu diagnosa seringkali juga muncul dari adanya fakta bahwa perilaku-perilaku yang bermasalah merupakan atribut dari pola asuh yang kurang tepat. Perilaku-perilaku tersebut mungkin saja merupakan hasil dari dinamika keluarga yang negatif dan bukan sebagai gejala dari adanya gangguan. Adanya interpretasi yang salah dalam memaknai penyebab mengapa anak menunjukkan persoalan-persoalan perilaku mampu menimbulkan perasaan-perasaan negatif para orang tua. Pertanyaan selanjutnya kemudian adalah apa yang dapat dilakukan agar diagnosa semakin akurat dan konsisten sehingga autisme sungguh-sungguh terpisah dengan kondisi-kondisi yang semakin memperburuk? Perlu adanya sebuah model diagnosa yang menyertakan keseluruhan hidup anak dan mengevaluasi hambatan-hambatan dan kesulitan anak sebagaimana juga terhadap kemampuan-kemampuan dan keterampilan-keterampilan anak sendiri. Mungkin tepat bila kemudian disarankan agar para profesional di bidang autisme juga mempertimbangkan keseluruhan area, misalnya: perkembangan awal anak, penampilan anak, mobilitas anak, kontrol dan perhatian anak, fungsi-fungsi sensorisnya, kemampuan bermain, perkembangan konsep-konsep dasar, kemampuan yang bersifat sikuen, kemampuan musikal, dan lain sebagainya yang menjadi keseluruhan diri anak sendiri.

Bagi para orang tua dan keluarga sendiri perlu juga dicatat bahwa gejala autisme bersifat individual; akan berbeda satu dengan lainnya meskipun sama-sama dianggap sebagai low functioning atau dianggap sebagai high functioning. Membutuhkan kesabaran untuk menghadapinya dan konsistensi untuk dalam penanganannya sehingga perlu disadari bahwa bahwa fenomena ini adalah suatu perjalanan yang panjang. Jangan berhenti pada ketidakmampuan anak tetapi juga perlu menggali bakat-bakat serta potensi-potensi yang ada pada diri anak. Sebagai inspirasi kiranya dapat disebutkan beberapa penyandang autisme yang mampu mengembangkan bakat dan potensi yang ada pada diri mereka, misalnya: Temple Grandine yang mampu mengembangkan kemampuan visual dan pola berpikir yang sistematis sehingga menjadi seorang Doktor dalam bidang peternakan, Donna William yang mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dan bakat seninya sehingga dapat menjadi seorang penulis dan seniman, Bradley Olson seorang mahasiswa yang mampu mengembangkan kemampuan kognitif dan kebugaran fisiknya sehingga menjadi seorang pemuda yang aktif dan tangkas dan mungkin masih banyak nama-nama lain yang dapat menjadi sumber inspirasi kita bersama. Pada akhirnya, sebuah label dari suatu diagnosa dapat dikatakan berguna bila mampu memberikan petunjuk bagi para orang tua dan pendidik mengenai kondisi alamiah yang benar dari seorang anak. Label yang menimbukan kebingungan dan ketidakpuasan para orang tua dan pendidik jelas tidak akan membawa manfaat apapun.

Perkembangan Penelitian Autisme

Tahun 1960 penanganan anak dengan autisme secara umum didasarkan pada model psikodinamika, menawarkan harapan akan pemulihan melalui experiential manipulations (Rimland, 1964). Namun demikian model psikodinamika dianggap tidak cukup efektif. Pada pertengahan tahun 1960-an, terdapat sejumlah laporan penelitian bahwa pelaku psikodinamik tidak dapat memberikan apa yang mereka janjikan (Lovaas, 1987). Melalui berbagai literatur, dapat disebutkan beberapa ahli yang memiliki perbedaan filosofis, variasi-variasi treatment dan target-target khusus lainnya, seperti:
-        Rimland (1964): Meneliti karakteristik orang tua yang memiliki anak dengan autisme, seperti: pekerja keras, pintar, obsesif, rutin dan detail. Ia juga meneliti penyebab autisme yang menurutnya mengarah pada faktor biologis.
-        Bettelheim (1967): Ide penyebab autisme adalah adanya penolakan dari orang tua. Infantile Autism disebabkan harapan orang tua untuk tidak memiliki anak, karena pada saat itu psikoterapi yang sangat berpengaruh, maka ia menginstitusionalkan 46 anak dengan autistime untuk keluar dari stress berat. Namun tidak dilaporkan secara detail kelanjutan dari hasil pekerjaannya tersebut.
-        Delacato (1974): Autisme disebabkan oleh Brain injured. Sebagai seorang Fisioterapi maka Delacato memberikan treatment yang bersifat sensoris. Pengaruh ini kemudian berkembang pada Doman yang dikemudian hari mengembangkan metode Gleen Doman.
-        Lovaas (1987): Mengaplikasikan teori Skinne dan menerapkan Behavior Modification kepada anak-anak berkebutuhan khusus, termasuk anak dengan autistisme di dalamnya. Ia membuat program-program intervensi bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang dilakukannya di UCLA. Dari hasil program-program Lovaas, anak-anak dengan autisme mendapatkan program modifikasi perilaku yang kemudian berkembang secara professional dalam jurnal-jurnal psikologi.

Hingga saat ini terdapat banyak program intervensi perilaku bagi anak dengan autisme, setiap program memiliki berbagai variasi dan pengembangan-pengembangan sendiri sesuai dengan penelitian-penelitan dilakukan. Perkembangan studi mengenai autisme kemudian disampaikan oleh Rogers, Sally J., sebagaimana disebutkan di bawah ini:
-        1960s Heavy emphasis on causes of autism, correlates of autism
-        1970s Heavy emphasis on assessment, diagnosis: emerging literature on treatment
-        1980s Heavy emphasis on functional assessment and treatment, school-based services
-        1990s Heavy emphasis on social interventions, assessment, school-based services
-        2000s Litigation, school-based services

Penanganan Autisme di Indonesia

Intensitas dari treatment perilaku pada anak dengan autisme merupakan hal penting, namun persoalan-persoalan mendasar yang ditemui di Indonesia menjadi sangat krusial untuk diatasi lebih dahulu. Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain, beberapa fakta yang dianggap relevan dengan persoalan penanganan masalah autisme di Indonesia di antaranya adalah:
-        Kurangnya tenaga terapis yang terlatih di Indonesia. Orang tua selalu menjadi pelopor dalam proses intervensi sehingga pada awalnya pusat-pusat intervensi bagi anak dengan autisme dibangun berdasarkan kepentingan keluarga untuk menjamin kelangsungan pendidikan anak mereka sendiri.
-        Belum adanya petunjuk treatment yang formal di Indonesia. Tidak cukup dengan hanya mengimplementasikan petunjuk teatment dari luar yang penerapannya tidak selalu sesuai dengan kultur kehidupan anak-anak Indonesia.
-        Masih banyak kasus-kasus autisme yang tidak di deteksi secara dini sehingga ketika anak menjadi semakin besar maka semakin kompleks pula persoalan intervensi yang dihadapi orang tua. Para ahli yang mampu mendiagnosa autisme, informasi mengenai gangguan dan karakteristik autisme serta lembaga-lembaga formal yang memberikan layanan pendidikan bagi anak dengan autisme belum tersebar secara merata di seluruh wilayah di Indonesia.
-        Belum terpadunya penyelenggaraan pendidikan bagi anak dengan autisme di sekolah. Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diamanatkan pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dukungan ini membuka peluang yang besar bagi para penyandang autisme untuk masuk dalam sekolah-sekolah umum (inklusi) karena hampir 500 sekolah negeri telah diarahkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan inklusi.
-        Permasalahan akhir yang tidak kalah pentingnya adalah minimnya pengetahuan baik secara klinis maupun praktis yang didukung dengan validitas data secara empirik (Empirically Validated Treatments/EVT) dari penanganan-penanganan masalah autisme di Indonesia. Studi dan penelitian autisme selain membutuhkan dana yang besar juga harus didukung oleh validitas data empirik, namun secara etis tentunya tidak ada orang tua yang menginginkan anak mereka menjadi percobaan dari suatu metodologi tertentu. Kepastian dan jaminan bagi proses pendidikan anak merupakan pertimbangan utama bagi orang tua dalam memilih salah satu jenis treatment bagi anak mereka sehingga bila keraguan ini dapat dijawab melalui otoritas-otoritas ilmiah maka semakin terbuka informasi bagi masyarakat luas mengenai pengetahuan-pengetahuan baik yang bersifat klinis maupun praktis dalam proses penanganan masalah autisme di Indonesia.

Terapi Bagi Individu dengan Autisme

Bila ada pertanyaan mengenai terapi apa yang efektif? Maka jawaban atas pertanyaan ini sangat kompleks, bahkan para orang tua dari anak-anak dengan autisme pun merasa bingung ketika dihadapkan dengan banyaknya treatment dan proses pendidikan yang ditawarkan bagi anak mereka. Beberapa jenis terapi bersifat tradisional dan telah teruji dari waktu ke waktu sementara terapi lainnya mungkin baru saja muncul. Tidak seperti gangguan perkembangan lainnya, tidak banyak petunjuk treatment yang telah dipublikasikan apalagi prosedur yang standar dalam menangani autisme. Bagaimanapun juga para ahli sependapat bahwa terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak autis, misalnya; komunikasi dan persoalan-persolan perilaku. Treatment yang komprehensif umumnya meliputi; Terapi Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi perilaku.
Berikut ini adalah suatu uraian sederhana dari berbagai literatur yang ada dan ringkasan penjelasan yang tidak menyeluruh dari beberapa treatment yang diakui saat ini. Menjadi keharusan bagi orang tua untuk mencari tahu dan mengenali treatment yang dipilihnya langsung kepada orang-orang yang profesional dibidangnya. Sebagian dari teknik ini adalah program menyeluruh, sedang yang lain dirancang menuju target tertentu yang menjadi hambatan atau kesulitan para penyandangnya.
-        Educational Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Applied Behavior Analysis (ABA) yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam penelitian Lovaas sehingga sering disamakan dengan Discrete Trial Training atau Intervensi Perilaku Intensif.
-        Pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang dikenal sebagai Floortime.
-        TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children).
-        Biological Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: diet, pemberian vitamin dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi perilaku-perilaku tertentu (agresivitas, hiperaktif, melukai diri sendiri, dsb.).
-        Speech Language Therapy (Terapi Wicara), meliputi tetapi tidak terbatas pada usaha penanganan gangguan asosiasi dan gangguan proses auditory/pendengaran.
-        Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS (Picture Exchange Communication System), bahasa isyarat, strategi visual menggunakan gambar dalam berkomunikasi dan pendukung-pendukung komunikasi lainnya.
-        Pelayanan Autisme Intensif, meliputi kerja team dari berbagai disiplin ilmu yang memberikan intervensi baik di rumah, sekolah maupun lngkungan sosial lainnya.
-        Terapi yang bersifat Sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada Occupational Therapy (OT), Sensory Integration Therapy (SI) dan Auditory Integration Training (AIT).

Dengan adanya berbagai jenis terapi yang dapat dipilih oleh orang tua, maka sangat penting bagi mereka untuk memilih salah satu jenis terapi yang dapat meningkatkan fungsionalitas anak dan mengurangi gangguan serta hambatan autisme. Sangat disayangkan masih minim data ilmiah yang mampu mendukung berbagai jenis terapi yang dapat dipilih orang tua di Indonesia saat ini. Fakta menyebutkan bahwa sangat sulit membuat suatu penelitian mengenai autisme. Sangat banyak variabel-variabel yang dimiliki anak, dari tingkat keparahan gangguannya hingga lingkungan sekitarnya dan belum lagi etika yang ada didalamnya untuk membuat suatu penelitian itu sungguh-sungguh terkontrol. Sangat tidak mungkin mengontrol semua variabel yang ada sehingga data yang dihasilkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mungkin secara statistik tidak akurat.

Tidak ada satupun jenis terapi yang berhasil bagi semua anak. Terapi harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus dilakukan secara multidisiplin ilmu, misalnya menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan terapi perilaku sebagai basisnya. Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu mengarahkan pilihan-pilihan anda terhadap berbagai jenis terapi yang ada saat ini. Tidak ada jaminan apakah terapi yang dipilih oleh orang tua maupun keluarga sungguh-sungguh akan berjalan efektif. Namun demikian, tentukan salah satu jenis terapi dan laksanakan secara konsisten, bila tidak terlihat perubahan atau kemajuan yang nyata selama 3 bulan dapat melakukan perubahan terapi. Bimbingan dan arahan yang diberikan harus dilaksanakan oleh orang tua secara konsisten. Bila terlihat kemajuan yang signifikan selama 3 bulan maka bentuk intervensi lainnya dapat ditambahkan. Tetap bersikap obyektif dan tanyakan kepada para ahli bila terjadi perubahan-perubahan perilaku lainnya.


Sumber: Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Awas Kutil Kelamin

HINGGA kini diketahui bahwa HPV merupakan 99 persen penyebab munculnya kanker serviks. Virus ini sangat mudah menular dan dapat menginfeksi siapa saja yang sudah aktif secara seksual, baik pria maupun wanita. Sulitnya lagi, tidak ada gejala ataupun tanda khusus saat kanker ini mulai hinggap. Tak heran, banyak wanita tidak menyadari kalau dirinya sudah terinfeksi HPV atau bahkan menularkannya.

"HPV merupakan virus umum. Lebih dari 75 persen wanita yang berhubungan intim pernah terinfeksi HPV. Jika Anda terinfeksi HPV, 80 persennya akan dibersihkan oleh sistem kekebalan tubuh, sedangkan 10 persen-20 persennya kemungkinan dapat menjadi infeksi menetap. Nah, saat daya tahan tubuh menurun, infeksi ini berisiko menjadi kanker serviks," papar spesialis kebidanan dan kandungan dari RS Bunda Jakarta, dr Med MJ Josoprawiro SpOG(K).

Selain kanker serviks, HPV tipe tertentu juga dapat menyebabkan kutil kelamin (genital warts) atau disebut juga condiloma. Kutil ini banyak muncul pada wanita usia reproduksi, biasanya saat daya tahan tubuh menurun. Namun, semua orang, baik pria atau wanita maupun anak-anak dapat terkena.



Kutil kelamin dapat didiagnosis melalui pengamatan langsung secara visual dan dapat dihilangkan melalui pengobatan ataupun penanganan oleh profesional kesehatan. Kendalanya, penanganan ini dapat menghilangkan kutil, tapi tidak menghilangkan virus penyebabnya yang ada di dalam tubuh. Itulah sebabnya, umumnya kutil sering muncul kembali walaupun setelah perawatan.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Bahaya Jantung Koroner

HATI-HATI dan waspada terhadap penyakit jantung koroner. Penyakit penyebab kematian nomor satu di dunia ini bisa menyerang siapa saja.

Penyakit jantung koroner merupakan jenis penyakit kardiovaskular yang menyerang jantung dan pembuluh darah. Bahkan, penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian nomor satu pada orang Amerika dewasa. Setiap tahunnya, di Amerika Serikat terdapat 478.000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner, sebanyak 1,5 juta orang mengalami serangan jantung, 407.000 orang mengalami operasi peralihan, dan 300.000 orang menjalani angioplasti.

Sementara data Departemen Kesehatan RI dan Yayasan Penyakit Jantung menyebutkan penyakit ini merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. "Penyakit jantung koroner adalah salah satu penyakit yang mematikan. Persentase kematian akibat penyakit kardiovaskular untuk penyakit jantung koroner adalah 53 persen," ucap ahli jantung dari Rumah Sakit Jantung Nasional Harapan Kita, Prof Dr Harmani Kalim MPH SpJP (K) FIHA FASCC.



Menurut Harmani, penyakit jantung koroner disebabkan oleh penyumbatan dalam pembuluh darah. Atau bisa juga disebut dengan aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah). "Ini berarti adanya Aterosklerosis timbunan karang dan hilangnya kelenturan pembuluh darah. Aterosklerosis koroner berdampak pada pembuluh darah yang membawa darah menuju jantung, dan dapat memicu serangan jantung," sebut dokter dari Universitas Indonesia ini.

Serangan jantung merupakan suatu keadaan yang bersifat mengancam jiwa. Jika terlambat ditanggulangi, besar kemungkinan penderita akan mengalami kematian. Serangan jantung (heart attack/infark miokard) merupakan keadaan saat otot jantung (miokardium) mengalami kerusakan atau kematian. Hal ini dapat disebabkan terhentinya suplai darah yang membawa oksigen.

"Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang bisa mengurangi kualitas hidup seseorang," ucap dokter yang sejak 2003 ini menjadi guru besar ilmu penyakit jantung dan pembuluh darah.

Selanjutnya, suplai darah dapat terganggu akibat beberapa hal, yakni adanya salah satu nadi koroner terblokade selama beberapa saat. Hal ini bisa berakibat spasme (mengencangnya nadi koroner), atau akibat trombus (penggumpalan darah). Dan yang kedua karena adanya penyempitan dan penyumbatan karena penumpukan zat-zat lemak (kolesterol, trigliserida) yang semakin lama semakin banyak dan menumpuk di bawah lapisan terdalam (endotelium) dari dinding pembuluh nadi.

"Terdapat faktor-faktor resiko akibat penyakit kardiovaskular ini. Faktor risiko tersebut terbagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang bisa diubah dan faktor risiko yang tidak bisa diubah," ucap Harmani yang menjadi pembicara seminar Tinjauan Farmakoekonomi: Paradigma Baru Terapi Aterosklerosis di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Selanjutnya, dia juga menambahkan bahwa faktor risiko yang tidak bisa diubah karena faktor usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Untuk faktor risiko yang bisa diubah adalah diabetes, hipertensi, obesitas, kurang gerak, dan merokok.

"Biasanya faktor risiko yang bisa diubah ini terjadi karena gaya hidup dari si penderita. Umumnya, mereka adalah perokok aktif," papar Harmani.

Pada penyakit jantung koroner terdapat gejala-gejala yang dirasakan oleh si penderita, seperti adanya rasa tertekan (ditimpa beban, nyeri, terjepit, diperas, dibakar) di dada, dan dapat menjalar ke lengan kiri, leher, dan punggung. Rasa tercekik atau sesak yang dirasakan terjadi lebih dari 20 menit. Selain itu, muncul keringat dingin dan jantung berdebar.

Sementara itu, dokter spesialis Jantung RS Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta Dr Isman Firdaus SpJP FIHA mengatakan bahwa penderita penyakit jantung koroner terus meningkat setiap tahunnya. Karena, mereka kurang informasi tentang penyakit ini.

"Banyak orang yang anggap remeh penyakit ini. Pengetahuan yang sedikit tentang penyakit jantung koroner, juga disebabkan sedikitnya jumlah dokter jantung yang ada di Indonesia, yakni kurang lebih 400 dokter. Di Papua saja, hanya ada 1 dokter jantung," kata dokter jantung termuda di Indonesia ini. Dia juga menambahkan, rata-rata penderita jantung koroner tidak mengetahui gejala awal penyakit ini.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Minuman Dingin Sebabkan <a href="http://toko-alkes.com">radang</a> Tenggorokan

radang tenggorokan atau faringitis menurut dr Inis Sumiati SpTHT dari Rumah Sakit Sentra Medika, Cisalak, Depok, merupakan salah satu masalah yang sering timbul di bagian tenggorokan, seperti rasa kering, gatal dan nyeri atau perih. Rasa itu merupakan tanda-tanda dari gejala radang tenggorokan.

radang tenggorokan memang terdengar sangat sepele karena mirip dengan penyakit flu biasa, seperti demam, sakit kepala, dan gangguan susah menelan. Padahal aktivitas kita sudah pasti akan terganggu karena radang tenggorokan. Selain itu, selera makan pun bisa hilang karena rasa sakit pada saat menelan.

Faktor Penyebab dan Gejala

radang tenggorokan disebabkan oleh dua jenis infeksi, yaitu virus dan bakteri. Sekitar 80 persen radang tenggorokan disebabkan oleh virus dan hanya 10-20 persen yang disebabkan oleh bakteri. Pertama adalah faringitis karena virus. Biasanya, gejala klinisnya adalah demam, tidak bergairah, rasa nyeri di kepala, mual yang disertai dengan suara serak, batuk dan radang pada hidung (rhinitis). radang tenggorokan yang disebabkan oleh virus ini dapat berlangsung selama 1-2 hari, bahkan sampai satu minggu ke depan.



Kedua adalah radang tenggorokan atau faringitis yang disebabkan oleh bakteri streptokokus B dan hemolitikus A. Gejala penyakit ini cenderung akut dengan disertai demam yang tinggi, sakit kepala, rasa nyeri di perut, dan muntah-muntah. Tenggorokan pun akan terasa nyeri, amandel menjadi merah dan bengkak.

Pada anak-anak yang sudah besar akan lebih terlihat adanya lapisan seperti krim di atas amandel (eksudat) yang tidak mengeluarkan darah bila disentuh. Kelenjar getah bening di leher pun ikut membengkak dan terasa nyeri bila ditekan. Jika dibiarkan, akan menimbulkan radang ginjal (glamerulonefritis akut), demam rematik, otitis media (radang telinga bagian tengah), sinusitis, abses peritonsil dan abses retro pharynx.

Selain kedua faktor tersebut, alergi dan iritasi juga dapat menyebabkan terjadinya radang tenggorokan. Hal ini disebabkan oleh makanan yang masuk, seperti makanan yang terlalu pedas, terlalu asam, terlalu panas atau pun dingin, dan makanan yang terlalu bergetah. Iritasi juga sering terjadi pada mereka yang bekerja di lingkungan pabrik.

Alergi sendiri dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti makanan dan minuman, obat-obatan, cuaca, dan debu. Zat yang menyebabkan alergi disebut allergen. Jika alergen masuk ke dalam tubuh penderita alergi, tubuh akan mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan alergi. Akibatnya, timbul reaksi-reaksi tertentu seperti gatal dan batuk-batuk.

Selain itu, radang sering dialami mereka yang alergi terhadap jenis buah-buahan tertentu dan olahannya, seperti jus. "Biasanya paling sering pada jus tomat," terangnya. Minyak goreng seperti minyak jelanta yang dipakai secara berulang pun bisa menjadi salah satu penyebab terjadi radang tenggorokan. Oleh karena itu, Anda yang alergi terhadap minyak goreng dianjurkan untuk mengganti minyak goreng setiap kali akan memasak.

Pengobatan dan Pencegahan

radang tenggorokan yang disebabkan oleh alergi atau iritasi tidak dapat diobati karena sudah merupakan bawaan lahir. Cara paling baik untuk menghindari reaksi alergi adalah menghindari penyebabnya dan meningkatkan atau menjaga daya tahan tubuh. radang tenggorokan yang disebabkan oleh virus, lanjut dr Inis, bisa diobati. Pengobatan dengan antibiotik tidak akan efektif untuk mengobati infeksi virus. Justru pemberian antibiotik dapat menimbulkan resistensi atau kekebalan kuman terhadap antibiotik.

radang tenggorokan yang disebabkan oleh infeksi bakteri memang tidak sesering infeksi virus. Tapi dampaknya bisa lebih serius. Pada umumnya, radang tenggorokan diakibatkan oleh bakteri jenis streptokokus, sehingga biasa disebut dengan radang streptokokus. Sering kali orang menderita infeksi streptokokus karena tertular orang lain yang telah menderita radang selama 2-7 hari sebelumnya. radang tenggorokan ini dapat tertular melalui sekresi hidung atau tenggorokan. "radang yang satu ini memang memerlukan bantuan dokter karena bila penyebabnya adalah kuman streptokokus dan tidak mendapat antibiotik yang memadai, penyakit akan bertambah parah dan kuman dapat menyerang katup jantung sehingga dapat menimbulkan penyakit demam rematik," jelasnya.

Mengingat minuman dingin seperti air es dapat menyebabkan iritasi pada tenggorokan, terlebih untuk mereka yang menderita alergi dingin, dr Inis menganjurkan agar pada masa puasa ini orang berbuka terlebih dahulu dengan minuman panas atau hangat agar pembuluh darah di daerah tenggorokan dapat cepat terbuka. Terbukanya pembuluh darah akan mempermudah dan sekaligus mempercepat proses absorbsi. "Kalau minum es, pembuluh darahnya akan menciut sehingga proses absorbsinya akan terganggu," tambahnya.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Waspada Kanker Serviks, Kombinasi Papsmear & Vaksin

RUTIN papsmear tidak menjamin seorang wanita terbebas sepenuhnya dari kanker serviks. Lengkapi dengan vaksinasi sebagai upaya pencegahan primer dari kanker tersebut.

Sebagai seorang dokter kandungan, Irene tentu memiliki tingkat kewaspadaan lebih baik terhadap penyakit. Namun, kenyataan bahwa HPV (human pappiloma virus) penyebab kanker serviks menginfeksi rahimnya tidak pernah terpikir sebelumnya. "Setahun setelah menikah, saya rutin papsmear setahun sekali, dan saya juga tidak ada riwayat keluarga penderita kanker serviks," tuturnya.

Dokter cantik yang praktik di Medika Plaza Jakarta itu mengisahkan awalnya merasakan ketidaknyamanan pada sistem reproduksinya, yakni ketika durasi menstruasinya berubah dari dua hari menjadi seminggu. "Sejak awal saya menstruasi terbiasa dua hari. Namun, enam bulan setelah terkena demam berdarah, tepatnya pada Februari 2001, mens saya berubah jadi seminggu. Pernah juga baru selesai menstruasi, beberapa hari kemudian kok sudah mens lagi," kenangnya.



Kejanggalan itu awalnya disangka sebagai gangguan hormonal. Namun, hasil tes menyatakan tak ada masalah. Demikian halnya papsmear dan kuret rahim yang dijalaninya tak menemukan indikasi penyakit. "Semua tes menyatakan saya sehat, tapi saya merasa tidak nyaman karena mens saya makin tidak karuan, darah yang keluar kadang banyak sekali disertai sakit di perut bagian bawah dan sekitar pinggang," paparnya.

Ketidaknyamanan itu kemudian mendorong Irene untuk melakukan operasi pengangkatan rahim. "Saya pikir, buat apa nyimpen penyakit. Diangkat sajalah," katanya. Akhirnya pada Juli 2001, pada usianya yang ke-43, rahim ibu empat anak ini diangkat. Pascaoperasi, rahim Irene yang sebesar telur ayam dan tampak sehat tanpa adanya pembengkakan itu diperiksa di laboratorium patologi. Hasilnya, ditemukan infeksi HPV di area rahim dan leher rahim (serviks).

"Tapi letaknya tidak di permukaan serviks, melainkan tersembunyi di area dalam, di antara lekukan serviks dan rahim," kata Irene yang kemudian melakukan vaksinasi HPV pada 2007 silam. "Saya bersyukur karena penyakit ini belum menyebar, tapi HPV tipe lain juga bisa menyerang lagi kapan pun. Makanya saya putuskan untuk divaksin," kata wanita berkulit putih itu.

Irene termasuk wanita yang beruntung karena segera menyadari adanya ketidakberesan pada tubuhnya dan segera bertindak mengatasinya. Namun, berapa banyak wanita di dunia ini yang tidak menyadari kehadiran HPV dan hidupnya berakhir di ujung penyakit bernama kanker serviks? Menurut WHO, tiap tahun di seluruh dunia 490.000 perempuan didiagnosis menderita kanker serviks, dan 240.000 di antaranya meninggal dunia. Angka ini setara dengan satu kematian tiap dua menit.

"Di Indonesia sendiri, setiap hari ditemukan 41 kasus baru dengan 20 kematian per hari. Sekitar 80 persen kasus kanker serviks juga terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia," sebut spesialis kebidanan dan kandungan dari FKUI/RSCM Jakarta, Dr dr Dwiana Ocviyanti SpOG (K), yang akrab disapa Ovy.

Separuh dari wanita yang terdiagnosis kanker serviks berusia antara 35-55 tahun. Sungguh ironis karena rentang usia tersebut seorang wanita biasanya masih aktif berkarier dan mengurus keluarga. Itulah sebabnya, semua wanita yang sudah menikah atau pernah berhubungan seksual disarankan melakukan deteksi dini dengan papsmear, yakni pengambilan sel dari serviks untuk diperiksa dengan mikroskop, guna mengetahui adanya kelainan pada serviks. Papsmear "diwajibkan" setidaknya tiga tahun setelah menikah atau berhubungan intim, dan sebaiknya rutin dilakukan setahun sekali.

Namun, pemeriksaan ini juga memiliki keterbatasan karena sifatnya yang subjektif. Diperkirakan, 25 persen kegagalan skrining dengan papsmear karena kesalahan dalam cervical sampling atau dalam menginterpretasi hasilnya. Dengan metode konvensional, preparat sering kali mengandung darah, lendir, sel-sel inflamasi, dan sel-sel yang menumpuk sehingga menurunkan akurasi interpretasinya. "Kegagalan papsmear berkisar 10 persen-60 persen," kata Ovy.

Nah, saat ini kanker serviks bisa dikatakan sebagai satusatunya kanker yang dapat dicegah melalui vaksinasi. Untuk itu, selain rutin papsmear, upaya memproteksi diri dari kanker rahim hendaknya dilengkapi dengan vaksinasi HPV. Vaksin ini efektif diberikan pada wanita semua umur, dan dapat diberikan sejak usia 9 tahun. Di Indonesia, vaksin ini sudah mulai digunakan sejak Juni 2007 dan bisa diberikan mulai usia 14 tahun dengan tiga kali injeksi.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Manfaat Air Kelapa Muda untuk Kesehatan & Kecantikan

YANG orang tahu tentang air kelapa muda adalah bahwa air kelapa muda bisa memuaskan dahaga orang. Membuat orang segar kembali setelah kehausan dan kelelahan. Tapi selanjutnya tak hanya sebatas itu. Air kelapa muda malah punya banyak kandungan berharga untuk kesehatan dan kecantikan. Apa saja kandungannya? Apa saja manfaatnya?

Menurut dr Inayah Budiasti S,MS SpGK, spesialis gizi dari Hang Lekiu Medical Centre, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pohon kelapa termasuk pohon yang serbaguna. Buah dan airnya bisa dikonsumsi, daunnya bisa dibuat hiasan janur atau sebagai kulit ketupat. Orang pedesaan biasa menggunakan batang pohon kelapa sebagai jembatan. Setelah buah dan airnya dikonsumsi, batoknya dapat digunakan sebagai arang pembakar. Sari buahnya diolah menjadi minyak.

Buah kelapa memiliki berbagai khasiat, antara lain, mengobati berbagai macam penyakit. "Air kelapa baik dikonsumsi oleh ibu hamil karena diyakini dapat membuat kulit jabang bayi menjadi putih dan bersih," terang dr Inayah. Selain itu, air kelapa juga bisa dibuat sebagai nata de coco dan kecap. Nata de coco dapat dikonsumsi sebagai minuman segar dengan campuran koktail, es buah, maupun pengganti kolang-kaling. Dan air kelapa yang sama ini bisa dibuat kecap dengan cara mencampurkannya dengan kedelai, gula merah, bawang putih, kemiri, daun salam, lengkuas, kluwak, dan natrium benzoat.



Ada kandungan mikro dan makro dalam air kelapa. Unsur makro yang terdapat dalam air kelapa adalah karbon dan nitrogen. Unsur karbonnya berupa karbohidrat sederhana seperti glukosa, sukrosa, fruktosa, sorbitol, inositol, dan lain-lain. Unsur nitrogennya berupa protein yang tersusun dari asam amino air kelapa lebih tinggi ketimbang asam amino dalam susu sapi. Selain karbohidrat dan protein, air kelapa juga mengandung unsur mikro berupa mineral yang dibutuhkan tubuh. Mineral tersebut, antara lain, kalium (K), natrium (Na), kalsium (Ca), magnesium (Mg), ferum (Fe), cuprum (Cu), fosfor (P), dan sulfur (S). Kandungan mineral dalam air kelapa dibutuhkan sebagai pengganti ion tubuh. Tak heran, setelah orang minum air kelapa muda, tubuhnya kembali segar.

Air kelapa juga mengandung banyak vitamin, antara lain, vitamin C, asam nikotinat, asam folat, asam pantotenat, biotin, serta riboflavin. Tak heran jika air kelapa juga dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan tradisional sekaligus kecantikan. Selain mineral, air kelapa juga mengandung gula (bervariasi antara 1,7-2,6 persen) dan protein (0,07-0,55 persen). Karena komposisi gizi yang demikian, air kelapa dijadikan bahan baku produk pangan. "Di Filipina, air kelapa dimanfaatkan untuk proses pembuatan minuman, jelly, alkohol, dektran dan cuka," imbuhnya.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Jangan Anggap Remeh Campak

SETIAP tahun diperkirakan 30.000 anak meninggal karena komplikasi campak. Jadi jangan anggap enteng campak walaupun gejala awalnya hanya berupa demam.

Gejala campak tidak mudah dideteksi. Ini karena gejala penyakit tersebut hampir sama dengan batuk, pilek, dan demam seperti influenza biasa. "Hari pertama dan kedua tubuh penderita campak belum terlihat bercak-bercak kemerahan pada tubuh. Bercak merah akan berubah bentuk dari kemerahan menjadi cokelat kehitaman. Setelah berwarna kehitaman, campak tersebut sudah tidak menular," kata dokter umum dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr Windi Ajidarma.

Menurut Windi, campak merupakan penyakit infeksi berbahaya yang disebabkan virus campak atau genus morbili. Virus ini terdapat dalam darah, air seni, dan cairan pada tenggorokan. Itulah yang membuat campak ditularkan melalui pernapasan, percikan cairan hidung ataupun ludah.



Bercak merah yang ditimbulkan campak, menurut Windi, sekilas seperti biang keringat. "Banyak orang menganggap campak adalah penyakit ringan. Padahal, jika tidak diobati sangat berbahaya," kata wanita penyuka novel tersebut.

Hal ini pernah dialami Sri Hastuti yakni anak semata wayangnya, David, 6, ketika menderita campak. Suhu tubuhnya mencapai 40 derajat. "Setelah dua hari, panasnya tidak turun. Bahkan, timbul bercak-bercak merah di tubuhnya. Setelah dideteksi ternyata David kena campak," tuturnya.

Tidak mudah memang mengetahui gejala awal campak, tetapi jika diamati dengan saksama, bercak merah muncul pertama kali di muka atau belakang telinga, kemudian menjalar ke leher.

"Mata juga bisa terserang kemerahan. Selain itu, putih mata akan terlihat merah dan sering mengeluarkan kotoran. Ini yang membuat dia berbeda dengan gejala flu atau demam biasa," tutur Windi.

Hal senada juga dikatakan dr Subandrio dari Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP). "Biasanya panas akan mulai turun ketika ruam merah sudah keluar semua. Bercak itu berganti cokelat kehitaman. Dengan perubahan warna tersebut, penderita campak akan berangsur pulih," sebut Subandrio.

Subandrio menuturkan, penyakit campak tidak bisa dianggap enteng karena berdasarkan Departemen Kesehatan RI, sebanyak 30 juta orang di seluruh dunia meninggal setiap tahun karena campak. Bahkan, pada 2002 dilaporkan terjadi 777.000 kasus kematian pada pasien pengidap campak.

"Diperkirakan pada 2005, terjadi 345.000 kasus kematian di seluruh dunia pada penderita campak dan sebagian besar di antaranya adalah anak-anak," katanya.

Ketika virus campak masuk ke dalam tubuh si anak, Subandrio menyebutkan, maka tubuh akan melakukan perlawanan untuk menghancurkan kuman tersebut. Misalnya di pangkal tenggorokan terdapat tonsil (amandel) dan kelenjar getah bening lainnya untuk menghancurkan kuman tersebut. Apabila kuman "menang", maka akan terjadi perkembangbiakan kuman dalam tubuh.
Kuman-kuman ini akan dibawa aliran darah ke seluruh tubuh, misalnya ke otak, mata, telinga, dan sebagainya sehingga tubuh menjadi sakit.

"Sebenarnya campak merupakan penyakit yang terbatas dan dapat sembuh sendiri, tetapi akan menjadi sangat berbahaya jika diikuti oleh komplikasi yang cukup berat seperti radang otak, radang paru atau radang saluran kemih," katanya.

Tercatat, pencegahan campak dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif. Mengingat bahwa penyakit morbili ini sangat berbahaya bila menyerang anak usia di bawah satu tahun. Jalan terbaik adalah pemberian imunisasi. Adapun di Indonesia, vaksin campak dilakukan saat anak berusia sembilan bulan.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Waspadai Campak Jerman

CAMPAK identik dengan penyakit anak-anak. Namun, penyakit ini bisa juga menyerang orang dewasa. Campak orang dewasa dikenal dengan nama rubella atau campak jerman. Penyakit ini disebabkan virus rubella dan menyerang kelenjar getah bening. Campak jerman ini juga bisa menular melalui aliran darah, misalnya seorang wanita hamil akan menularkannya kepada anak yang dikandung.

Kendati tergolong ringan, bayi yang tertular penyakit ini dapat menderita sindrom cacat bawaan. Bahkan, sebelum vaksin rubella ditemukan, epidemi rubella terjadi setiap enam hingga sembilan tahunan. Korban paling rawan waktu itu adalah anak-anak dengan usia lima hingga sembilan tahun. Namun, adanya program imunisasi pada anak-anak dan remaja usia dini, maka hanya sedikit kasus rubella bawaan.

"Gejala rubella sebenarnya hampir sama dengan campak biasa, yaitu demam selama satu atau dua hari, dengan 37,2 hingga 37,8 derajat Celsius," kata Dr Irawan Ambarwati.



Gejala lain dari campak Jerman juga ditunjukkan dengan kelenjar getah bening yang membengkak dan selalu terasa perih. Biasanya akan menyerang bagian belakang leher dan bagian belakang telinga. "Gejala rubella bagi orang dewasa biasanya dibarengi tidak nafsu makan, sakit kepala, pembengkakan pada kelopak mata hingga sakit pada persendian," katanya.

Campak jerman juga akan mudah menular melalui cairan hidung dan tenggorokan. "Pengidap rubella sangat berpotensi menularkan virus tersebut dalam periode satu minggu sebelum dan satu minggu sesudah ruam kemerahan muncul," kata dokter berperawakan mungil tersebut.

Khusus bagi balita yang mengidap rubella bawaan dari ibu akan mudah menularkan rubella kepada orang lain melalui urine dan cairan hidung selama satu tahun. "Biasanya yang terkena adalah mereka yang belum diimunisasi. Walaupun demikian, campak hanya terjangkit satu kali seumur hidup," tuturnya.

Campak jerman dapat dicegah dengan vaksin rubella. Imunisasi rubella secara luas dan merata sangat penting untuk mengendalikan penyebaran penyakit ini untuk terhindar dari cacat bawaan atau lahir. Vaksin ini biasanya diberikan kepada anak-anak berusia 12 - 15 bulan.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Pascaoperasi Kanker Usus Besar, Perlu Perawatan Lanjutan

SETIAP pasien kanker usus besar yang telah menjalani operasi hendaknya meneruskan perawatan lanjutan, guna memastikan kanker telah hilang.

Nyatanya, banyak pasien kanker usus besar yang lalai meneruskan perawatan lanjutan pascaoperasi. Setidaknya itulah kesimpulan hasil studi yang dilakukan di Amerika, baru-baru ini. Banyak pasien kanker usus besar yang pascatindakan bedah tidak mendapat skrining sesuai panduan yang direkomendasikan.

Penelitian yang dilakukan tim peneliti dari University Hospitals Case Medical Center di Cleveland tersebut melibatkan partisipan sebanyak 4.426 pasien kanker usus stadium dini yang masih bisa disembuhkan dengan pembedahan atau operasi.
Dari sejumlah partisipan yang telah menjalani operasi kanker tersebut, tercatat hanya sekitar 40 persen yang mendapat paket perawatan lanjutan yang direkomendasikan seperti pemeriksaan rutin oleh dokter, tes darah, dan prosedur colonoscopy dalam tiga tahun pascabedah kanker.



Dalam hal pemeriksaan dokter, memang hampir semua partisipan menjalaninya. Demikian halnya partisipan yang menjalani colonoscopy mencapai 75 persen. Namun, ternyata banyak di antara mereka yang tidak mendapat tes darah yang sebenarnya penting sebagai indikator kemunculan kembali kanker usus besar.

"Tidak jelas apakah hal itu terjadi karena dokter yang tidak menawarkan tes ataukah memang si pasien yang tidak berusaha," kata pimpinan penelitian, Dr Gregory Cooper. Dia menduga, kemungkinan perawatan lanjutan hanya dilakukan dokter umum, bukan spesialis atau seseorang yang tidak mengerti panduan perawatan pascaoperasi.

"Kalau saya lebih cenderung menilai ini kesalahan pihak rumah sakit atau penyedia layanan kesehatannya," kata Cooper yang merupakan seorang gasteroenterologis.

Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal kanker edisi terbaru tersebut, Cooper dan timnya menggunakan data kasus kanker dari kantor pemerintah federal Amerika Serikat, termasuk catatan kesehatan pasien (medical record) untuk meninjau apakah sekiranya panduan pascaoperasi tersebut diikuti. Mereka berfokus pada pasien berusia 66 tahun atau lebih, dengan kasus kanker stadium dini hingga menengah yang masih dapat diatasi dengan pembedahan.

Data pasien yang diteliti adalah dalam kurun waktu tiga tahun, dimulai sejak enam bulan pascaoperasi. Saat studi dimulai pada tahun 2000, panduan minimum mewajibkan setidaknya kunjungan dokter dua kali per tahun, dua kali tes darah per tahun selama dua tahun, dan minimal sekali colonoscopy dalam tiga tahun. "Colonoscopy terutama dianjurkan pada tahun pertama pascaoperasi," ujarnya.

Secara keseluruhan, sekitar 60 persen pasien tidak mendapat perawatan sesuai panduan tersebut. Akan tetapi, mereka yang menjalani perawatan lengkap, lebih dari separuhnya juga melakukan perawatan medis tambahan seperti CT scan dan PET scan yang tidak diwajibkan dalam perawatan rutin. Scan ini sejatinya dilakukan jika ada tanda atau gejala kekambuhan. Namun, peneliti menduga, mereka menjalaninya sebagai perawatan rutin.

Penelitian ini juga menyimpulkan temuan lainnya, yakni tingkat skrining yang rendah pada kelompok usia lebih tua, ras Amerika-Afrika dan pasien dengan berbagai masalah kesehatan lainnya.

"Cukup memprihatinkan. Saya tidak terkejut dengan temuan ini," ujar Dr Len Lichtenfeld, kepala deputi kesehatan di American Cancer Society, yang turut mendanai penelitian tersebut.

Tahun ini, sekitar 149.000 orang Amerika diperkirakan terdiagnosis kanker usus (kolorektal). pasien yang bertahan setelah lima tahun terdiagnosis angkanya cukup beragam. Ada yang hingga 90 persen (pada pasien kanker yang belum menyebar), namun bisa juga hanya 10 persen, yakni pada pasien kanker stadium lanjut.

Di negara Barat, kanker usus besar (kolon) dan rektum (kanker kolorektal) konon menempati peringkat ke-2 untuk kategori jenis kanker tersering terjadi, sekaligus menjadi kanker penyebab kematian nomor dua. Angka kejadian kanker kolorektal biasanya mulai meningkat pada usia 40 tahun, dan puncaknya pada usia 60-75 tahun.

Seperti kanker pada umumnya, kanker usus besar juga "misterius". Artinya, penyebabnya beragam dan mungkin tidak sama antar pasien. Spesialis bedah kanker RS Dharmais Jakarta dr Adil Pasaribu SpBKBD, mengungkapkan, terdapat tiga kelompok besar penyebab, yakni genetik atau herediter murni (10 persen), familiel (20 persen), dan faktor campuran/sporadis (70 persen).

"Yang terbanyak menjadi kanker adalah interaksi antara genetik dan faktor lingkungan sebagai pemicu," tandasnya.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Cegah Kanker dengan Aktivitas Fisik

SEBUAH studi terbaru yang dipublikasikan dalam American Journal of Epidemiology mengungkapkan, orang dewasa yang secara teratur beraktivitas, baik berolahraga maupun bekerja, berisiko lebih rendah terkena kanker.

Studi yang melibatkan hampir 80.000 orang dewasa pria dan wanita di Jepang tersebut menunjukkan bahwa pria ataupun wanita yang rajin beraktivitas berisiko lebih rendah terkena berbagai jenis kanker. Setelah diteliti lebih lanjut, olahraga teratur rupanya terkait dengan penurunan risiko kanker usus besar, kanker hati, kanker pankreas, dan kanker pencernaan.

Mereka juga mendapati bahwa efek perlindungan ini, terutama lebih kuat pada pria atau wanita dengan berat badan normal.
Hal ini tentunya mendukung teori yang menyebutkan bahwa aktivitas fisik dapat menurunkan risiko kanker, setidaknya melalui berat badan yang terkontrol.



Dalam penelitian tersebut, Dr Manami Inoue dan timnya dari Pusat Kanker Nasional Jepang di Tokyo menganalisis kejadian kanker pada 79.771 partisipan pria dan wanita berusia 45-74. Antara rentang waktu 1995 dan 1999, partisipan tersebut disurvei tentang level aktivitas fisik yang mereka lakukan, diet, serta kebiasaan dan gaya hidup mereka. Peneliti terus mengikuti perkembangan ini hingga 2004, dan mendapati lebih dari 4.300 kasus kanker baru terdiagnosis.

Secara umum, peneliti mengatakan, risiko perkembangan beragam jenis kanker terkait rasa malas partisipan untuk meningkatkan level aktivitas fisik. Jika dirata-ratakan, partisipan pria yang paling sering beraktivitas fisik berisiko 13 persen lebih rendah terkena kanker dibanding pria yang paling jarang beraktivitas fisik. Adapun wanita paling aktif berisiko 16 persen lebih rendah terkena kanker dibandingkan rekan-rekan mereka yang kerjanya kerap hanya duduk diam terus menerus.

Keterkaitan ini makin nyata saat peneliti memperhitungkan sejumlah faktor lain seperti usia, berat badan, kebiasaan merokok, dan asupan kalori per hari.

Aktivitas fisik yang dimaksud tak hanya mengacu pada olahraga di waktu senggang, tapi juga jumlah waktu yang dihabiskan partisipan untuk berjalan kaki, aktivitas fisik di kantor, dan pekerjaan rumah tangga.

"Hasil penelitian kami menemukan bahwa jumlah total aktivitas fisik harian (tak hanya olahraga) mungkin bermanfaat dalam mencegah perkembangan kanker pada pria dan wanita di Jepang," ujar Inoue.

Peneliti juga mencatat bahwa populasi warga Jepang yang rata-rata kurus mungkin memiliki keterkaitan dengan penurunan risiko kanker ini.

Dengan demikian dapat disimpulkan, aktivitas fisik mungkin membantu mencegah kanker karena setidaknya berat badan jadi terkontrol. "Secara teoritis, aktivitas fisik juga punya efek positif lainnya dalam hal menunda terjadinya kanker," kata Inoue.

Inoue menambahkan, aktivitas fisik misalnya, dapat menstimulasi sistem kekebalan tubuh yang merupakan salah satu kemampuan alami tubuh dalam melawan kanker. Ini mungkin juga terkait kadar hormon tertentu, termasuk hormon seks dan faktor pertumbuhan lainnya yang dapat memicu pertumbuhan dan penyebaran tumor.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

4 Trik Jitu Pulih dari Persalinan

PULIH dari persalinan memang membutuhkan waktu. Soal lama atau sebentarnya, semua tergantung dari kondisi si ibu. Sebab, sama seperti ketika hamil, perubahan fisik dan psikologi ibu hamil akan berlanjut hingga usai persalinan.

Misalnya berat badan yang tidak langsung susut, sakit ketika menyusui, selalu ingin buang air kecil (BAK) dan seakan-akan ingin selalu buang air besar (BAB) karena ada bekas luka sobekan saat persalinan. Belum lagi sakit bekas jahitan operasi cesar hingga mood yang tidak terkontrol.

Menurut dr Sofani Munzila SpOG, dari YPR Hospital ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memulihkan kondisi si ibu pasca persalinan. Apa saja?



1. Gendonglah bayi

Untuk bisa segera pulih, sebenarnya tidak sulit. Apalagi bagi yang menjalankan persalinan normal. Dalam hitungan 1x24 jam, secara fisik, ibu sudah bisa menjalankan aktivitas, walaupun bukan yang berat. Biasanya usai persalinan normal, ibu akan merasa letih luar biasa. Apalagi jika proses persalinannya lama.

Lantas, apa yang harus dilakukan? Menurut dr Sofani Munzila, SpOG, istirahat cukup bisa memulihkan keletihan pascapersalinan. Istirahat bukan berarti tidak boleh bergerak sama sekali. Justru, agar cepat sembuh, ibu disarankan untuk bergerak. Minimal, menggerakkan badan di tempat tidur, turun dari tempat tidur, berjalan di kamar. Bahkan menyusui, menggendong, serta memakaikan baju si kecil pun bisa menjadi terapi ringan yang langsung bisa dilakukan.

Berbeda dengan ibu yang melahirkan secara cesar. Umumnya, sehari setelah operasi cesar, ibu tidak boleh turun ranjang. Bahkan ada juga yang harus opname selama 3-4 hari di rumah sakit. Rasa sakit dan gatal pun akan dialami. Ini wajar, sebagai reaksi normal pada anestesi dan pembedahan.

Biasanya dalam waktu enam minggu, ibu sudah bisa menjalankan aktivitas normal. Walau rasa nyeri terkadang masih dirasakan hingga enam bulan, namun bisa diatasi sendiri. Berdiam diri malah akan memperlama proses pemulihan.

2. Kebersihan vagina percepat pemulihan

Menjaga kebersihan vagina ternyata dapat mempercepat pemulihan. Begitu pula dengan merawat bekas jahitan operasi.

Untuk yang melahirkan normal, upayakan agar daerah sekitar vagina selalu kering dan bersih. Gantilah pembalut khusus usai persalinan sesering mungkin. Biarkan luka jahitan pada vagina terkena udara terbuka beberapa saat setiap hari. Penyembuhan biasanya memerlukan waktu seminggu.

Sedangkan yang menjalani cesar, basuhlah luka dengan air hangat setiap kali mandi. Bila sudah kering, bersihkan dengan sabun antiseptik. Di pasaran juga tersedia plester khusus untuk menutup luka bekas operasi.

3. Perbanyak konsumsi protein

Ada anggapan yang menyebutkan bahwa setelah melahirkan, tidak boleh mengonsumsi protein yang banyak terdapat pada ikan, telur atau daging. Itu mitos keliru. Proses pemulihan usai persalinan harus didukung oleh nutrisi lengkap.

Jika selama hamil, ibu sangat memperhatikan kandungan gizinya, maka setelah persalinan pun tetap musti memperhatikan nutrisinya. Karena ibu masih menyusui dan membutuhkan makanan sarat protein.

Protein dapat membantu penyembuhan luka jahitan. Protein banyak terkandung di dalam ikan. Vitamin C dan B kompleks juga jangan tertinggal, karena akan membantu daya tahan ibu usai persalinan. Perbanyak makan sayuran hijau, seperti bayam dan kacang-kacangan.

Upayakan juga mengonsumsi makanan kaya serat, untuk membantu BAB. Ini tak kalah pentingnya karena BAB yang keras akan membuat bekas jahitan sulit pulih akibat acap mengejan.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Pegagan (Centella asiatica), Penyembuh Beragam Penyakit

INDONESIA yang disebut sebagai negara kaya rempah memang berpotensial memanfaatkannya untuk berbagai keperluan. Salah satunya tanaman herbal pegagan yang bermanfaat menyembuhkan penyakit.

Pegagan atau dalam bahasa latinnya disebut dengan Centella asiatica merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di perkebunan, tepi jalan, pematang sawah ataupun di ladang yang agak basah. Tanaman ini banyak ditemukan dengan warna merah dan hijau.

"Pegagan adalah sejenis tanaman herbal atau tanaman rempah dengan banyak manfaatnya," ujar peneliti tanaman obat dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Ir Latifah K Darusman MS.

Bisa dikatakan, tanaman herbal yang tumbuh di Indonesia ini banyak dimanfaatkan untuk kesehatan bagi penduduk setempat. "Sudah banyak orang yang mengetahui bahwa tanaman herbal ini bisa dimanfaatkan selain untuk masakan, juga untuk kesehatan," ucap Latifah yang juga menjabat sebagai kepala Pusat Studi Biofarmaka IPB.



Dia mengatakan, manfaat kesehatan yang bisa diberikan dari tanaman pegagan ini, di antaranya menangkal penyakit lepra, campak, hepatitis, demam, radang amandel, keracunan logam berat, muntah darah, wasir, dan cacingan.

Selain itu, mahasiswi tingkat lima IPB, Ine Wasillah, dalam karya tulisnya yang berjudul "Asinan Pegagan sebagai Alternatif Pangan Sehat dan Alami untuk Meningkatkan Kemampuan Otak", menyebutkan pegagan memang sangat bermanfaat untuk kesehatan.

"Banyak penelitian yang menyatakan pegagan ini mempunyai banyak manfaat kesehatan, terutama di luar negeri. Misalnya di Afrika, pegagan ini bisa digunakan untuk menyembuhkan sifilis," tutur Ine yang juga telah melakukan penelitian.

Pegagan mengandung berbagai senyawa berkhasiat obat seperti asiatikosida (triterpenoids), karotenoids, dan garam-garam mineral bermanfaat. Triterpenoids yaitu antioksidan sebagai penangkap radikal bebas yang dapat mematikan sel-sel otak dan merevitalisasi pembuluh darah. Vitamin yang berfungsi untuk meningkatkan stamina dan vitalitas serta sebagai antioksidan yang membantu dalam perkembangan sel-sel otak. Selain itu garamgaram mineral sebagai pembentuk sel darah merah (zat besi) yang berfungsi dalam mylenisasi otak dan peningkatan daya konsentrasi.

"Walaupun di Indonesia masyarakatnya banyak menggunakan tanaman untuk alternatif penyembuhan penyakit secara tradisional, masih sedikit sekali yang tahu manfaat dari tanaman pegagan ini. Ini karena pegagan rata digunakan sebatas untuk lalapan saja, atau dibiarkan tumbuh menjalar menjadi tanaman liar," jelas Ine.

Selain itu, Ine juga mengatakan manfaat pegagan penting untuk nutrisi otak. "Pegagan mengandung beberapa komponen bioaktif seperti terpenoid, steroid (triterpenoid), dan bahanbahan aktif lainnya yang dapat meningkatkan kemampuan otak pada manusia," jelasnya.

Sementara itu, Latifah juga mengatakan, pegagan bagus sekali untuk meningkatkan daya ingat dan mengandung aktivitas oksidan yang cukup baik sehingga berkaitan erat dengan ketahanan tubuh.

"Manfaat ini sudah berdasarkan pada hasil penelitian, dan ada fakta ilmiahnya," ujar dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB itu.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Tanda Lahir Sesuai Bentuk

TANDA lahir bisa hinggap pada tubuh siapa saja sejak dilahirkan. Seiring dengan perkembangan dunia kedokteran, tanda lahir sudah bisa dibedakan berdasarkan jenis dan bentuknya.


Hemangioma

Hemangioma adalah salah satu tanda lahir yang muncul saat lahir atau beberapa minggu setelah lahir. Berdasarkan data yang ada, anak perempuan lebih rawan terkena hemangioma dibandingkan dengan anak laki-laki. Bayi dengan bobot lahir rendah juga rentan terkena hemongioma. Meski membesar seiring dengan usia anak, umumnya tanda lahir akan mengecil dan menghilang dengan sendirinya. Lamanya proses pengecilan hingga menghilang antara tiga sampai 10 tahun. Hemangioma dibedakan menjadi stroberi hemangioma yang berukuran kecil dengan warna merah cerah dan menonjol di kulilt. Ada pula cavernous hemangioma yang terbentuk dari unsur-unsur sistem darah yang lebih besar dan matang. Tanda ini biasanya berwarna merah kebiruan dan bisa menghilang pada usia lima hingga sepuluh tahun.




Mongolian Spot

Tanda lahir ini sering kali berupa bercak rata berwarna biru, biru hitam, atau abu-abu dengan batas tegas. Ukurannya bervariasi, dari kecil hingga sangat besar. Umumnya terdapat pada sisi punggung bawah, juga paha belakang, kaki, punggung atas dan bahu. Bercak ini biasanya memudar beberapa tahun pertama walaupun sering juga menetap hingga dewasa. Penyebabnya sendiri adalah melanosit yang mengandung melamin. Bercak ini hanya merupakan lesi jinak dan tak berhubungan dengan kelainan-kelainan sistemik.


Bercak Cafe Au Lait

Tanda lahir bernama bercak cafe au lait ini lebih sering berupa bintik berwarna cokelat muda atau tua seperti kopi susu. Bentuknya tidak teratur dan ukurannya sekitar 3-5 mm. Lokasinya bisa terdapat di seluruh tubuh. Tanda lahir ini tidak berbahaya dan cenderung menetap serta banyak seiring pertambahan umur. Yang patut diwaspadai jika terdapat lima atau lebih tanda lahir ini dan berdiameter lebih dari lima mm, pertanda ada kemungkinan bercak ini berhubungan dengan suatu kelainan sistemik.


Tahi Lalat

Di samping tanda lahir, ada pula nevus atau orang awam mengenalnya sebagai tahi lalat. Warnanya sangat bervariasi, dari cokelat muda sampai kehitaman, serta dapat berambut. Umumnya yang kerap dialami adalah tahi lalat kecil. Sangat jarang tahi lalat berukuran besar meski tahi lalat ini berpotensi ganas. Ada beberapa macam tahi lalat yang umum ditemukan, di antaranya nevus nevoselularis, nevus verukosus epidermal, nevus sebaseus, dan nevus jaringan ikat.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Waspadai Virus "Pintar" Penyebab Kanker Hati

DATA Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukan pada 2005 kanker telah membunuh lebih dari 206.000 orang di Indonesia. 12,5 persen berasal dari penderita kanker hati.

International Agency for cancer Research, GLOBOCAN 2002, menyebutkan kanker hati adalah enam dari kanker paling umum yang ditemukan di seluruh dunia dan merupakan penyebab kematian ketiga akibat kanker secara global.

"Kanker hati merupakan jenis kanker yang sering ditemukan di Indonesia," ucap dokter spesialis penyakit dalam Prof dr Ali Sulaiman SpPD PhD KGEH FACG.



Ali juga menambahkan, kanker hati terjadi apabila sel kanker berkembang pada jaringan hati. Adanya gejala yang ditimbulkan dari penyakit ini, di antaranya kekurangan berat badan tanpa adanya alasan yang diketahui dan tanpa berusaha untuk mengurangi berat badan, kehilangan selera makan secara berkelanjutan, merasa kenyang setelah makan dalam porsi sedikit, pembengkakan di bagian kanan perut yang berada tepat di bawah tulang rusuk, warna kulit dan mata yang kuning kehijauan, keletihan yang tidak biasanya dan mual.

"Penyakit ini adalah penyakit yang tidak mengenal umur. Selain itu, masalah penyakit kanker hati ini sangat erat kaitannya dengan penyakit hepatitis B dan hepatitis C," ucap dokter yang juga menjabat sebagai Ketua Pokja Hepatitis Virus ini.

Meningkatnya penderita kanker hati setiap tahunnya ini disebabkan tingginya kasus hepatitis B dan C kronis di Indonesia. Dua penyakit ini penyebab terjadinya kanker hati. Selain itu penyakit ini sulit terdeteksi.

"Kanker hati (karsinoma hepatoseluler) disebabkan adanya infeksi hepatitis B kronis apabila terjadi dalam jangka waktu lama. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan virus hepatitis B (VHB) yang menyerang hati. Selain itu hepatitis B dalam jangka waktu lama juga bisa menyebabkan pengerasan hati (sirosis), bahkan dapat menyebabkan kematian," ucap ahli hepatologi Departemen Penyakit Dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta ini.

Selanjutnya, fakta menunjukkan bahwa hepatitis B adalah penyebab kematian nomor 10 di dunia. Hingga saat ini, 2 miliar orang terinfeksi di seluruh dunia, dan 350 juta orang berlanjut menjadi pasien dengan infeksi hepatiatis B kronik. Di Indonesia sendiri diperkirakan angka kejadian infeksi hepatitis B kronik mencapai 5-10 persen dari total jumlah penduduk.

Ketua komisi Hubungan Masyarakat dari Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) dr Irsan Hasan SpPD KGEH mengatakan, gejala infeksi virus hepatitis B pada orangtua berbeda dengan gejala yang terdapat pada anak-anak yang pengidap penyakit ini.

"Gejala infeksi virus hepatitisBsangatberkaitandengan aktivitas sistem imun tubuh. Serangan sistem imun terhadap sel hati yang mengandung virus akan menimbulkan kerusakan. Serangan bertubi-tubi akan menyebabkan kerusakan hebat. Kerusakan ini akan bermanifestasi berupa gejala seperti kuning, mual, lemas, dan sebagainya," paparnya.

Dia juga menambahkan, serangan bertubi-tubi hanya bisa terjadi jika sistem imun sudah terbentuk dengan baik. Pada anak kecil, sistem kekebalan tubuhnya (sistem imun) masih belum sempurna sehingga tidak mampu melakukan serangan terhadap sel hati. Akibatnya gejala jarang sekali muncul.

Sebagai dampaknya, virus tidak bisa dieliminasi sehingga infeksi jadi berlanjut alias menjadi kronik. Sebaliknya, pada dewasa sistem imun sudah sempurna sehingga virus beserta sel hati yang didiaminya dapat segera dihancurkan. "Konsekuensi kehancuran sel hati adalah timbulnya gejala," kata Irsan.

Dia juga mengatakan, hepatitis B dapat menular. Penularan virus ini bisa terjadi di antaranya karena kontak darah antara nonpenderita hepatitis B dan penderita hepatitis B.

Penyakit ini, Irsan menyebutkan, sebenarnya sering ditemukan tanpa gejala. Umumnya, si penderita terdeteksi saat check up. Banyak sekali pasien yang diobati tidak tahu kalau dirinya sudah sakit. "Virus ini adalah virus yang pintar karena dia (virus) berdiam diri di sel hati," ujar Irsan.

Beragamnya pengobatan hati bisa dilakukan bagi pasien ini. Umumnya cara pengobatan yang dilakukan si penderita untuk penyakit ini adalah dengan cara operasi dengan cara transpalasi hati.

Ketua dari PPHI dr Unggul Budihusodo SpPD KGEH menjelaskan bahwa transpalasi hati ini adalah satu-satunya pengobatan yang diakui secara total dapat menyembuhkan.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Penderita Hipertensi Ringan Masih Aman Berpuasa

IBADAH puasa merupakan kewajiban umat Islam. Menjalankan puasa dengan aman tanpa dihambat oleh masalah kesehatan merupakan dambaan setiap muslimin dan muslimah. Tapi, bagaimana dengan penderita hipertensi? Amankah penderita hipertensi menjalankan puasa?

Sistim sirkulasi darah kita berpusat di jantung dan diteruskan oleh pembuluh darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah adalah hasil pengukuran kerja jantung yang memompa darah serta respon pembuluh darah arteri di seluruh tubuh tersebut. Pada pengukuran tekanan darah akan terdapat dua angka yang biasa disebut dengan tekanan sistolik atau angka bilangan dan tekanan diastolik atau angka penyebut.

Tekanan darah dibuat dengan normal akibat regulasi yang baik antara sistem saraf, hormon, fungsi ginjal, serta kondisi jantung dan pembuluh darah itu sendiri. Tekanan darah yang normal adalah sekitar kurang dari 120/80 mmHg. Jika tekanan sistolik lebih dari 120 tapi belum sampai 140 mmHg, akan berisiko terkena hipertensi.



Secara alami menurut dr Tiara SpS dari Departemen Neurologi FKUI ini, semakin tua usia kita, semakin akan terjadi perubahan-perubahan pada sistem jantung dan pembuluh darah, sehingga tekanan darah akan cenderung meningkat. Biasanya pada usia 30-50 tahun.

Hipertensi dapat dibagi menjadi dua bagian. Hipertensi primer atau esensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak atau belum diketahui penyebabnya. Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab, antara lain, beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah dan faktor genetik. Sementara hipertensi sekunder sendiri dapat diketahui. Sekitar 5-10 persen penderita hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit ginjal.

Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositorma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinetrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). Stres, obesitas, alkohol, atau garam yang ada pada makanan bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang yang memiliki kepekaan yang diturunkan.

Pengobatan biasanya dikombinasikan dengan beberapa obat, seperti Diurelic (Tablet Hydrochlorothiazide) yang merupakan golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran cairan tubuh lewat urin. Kemudian Beta-blockers, yaitu obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah melalui proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar pengontrolan tekanan darah.

Puasa dan Hipertensi.

Banyak penderita hipertensi ragu untuk menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadan. Tapi sebenarnya, sepanjang penyakit hipertensi itu belum memasuki tahap kronis, penderita bisa saja menjalankan ibadah puasa secara aman, asalkan mengetahui caranya.

Serangan hipertensi dapat terjadi bila tekanan darah naik melebihi batas normal sehingga menyebabkan kerusakan pembuluh darah di seluruh tubuh. Akan tetapi, yang paling berbahaya adalah jika mengenai darah di organ vital, seperti otak dan jantung dan dapat menyebabkan terjadinya stroke dan serangan jantung yang bisa berujung pada kematian. "Pembuluh darah yang paling sering mengalami gangguan adalah di pembuluh darah kecil, seperti pembuluh arteri di mata dan ginjal, saraf-saraf di ujung penglihatan, gagal ginjal, kesemutan, dan impotensi," terang dr Tiara.

Pada prinsipnya, tidak ada masalah bagi penderita hipertensi untuk berpuasa, selama tekanan darahnya terkontrol dan si penderita meminum obat dengan teratur. Obatnya sendiri dapat diminum pada saat sahur dan berbuka puasa, kecuali pada penderita yang mendapat dosis tiga kali per hari dan tekanan darah masih dalam tahap penyesuaian dengan dosis. Penderita hipertensi juga sebaiknya tidak terlalu banyak mengkonsumsi garam makanan yang mengandung garam (asin). Kandungan potasium/kalium suplements potasium 2-4 gram per hari dapat membantu penurunan tekanan darah tinggi.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com
 

Sample text

Sample Text

Sample Text