Mencegah kehamilan adalah cara menekan laju pertumbuhan manusia, terutama mencegah ledakan penduduk pada 2015. Alat kontrasepsi menjadi salah satu medianya.
Data The Alan Guttmacher Institute, New York, menyebutkan, di dunia kira-kira 85 dari 100 perempuan yang aktif secara seksual tidak menggunakan metode kontrasepsi apa pun. Alhasil, terjadi kehamilan dalam waktu satu tahun.
Tak heran, lebih dari seperempat wanita yang hamil melakukan pengguguran. Mereka adalah bagian dari 123 juta orang di dunia yang tidak menggunakan kontrasepsi, khususnya dari negara berkembang.
"Kebutuhan akan kontrasepsi di negara-negara berkembang seperti Indonesia adalah sangat krusial. Sebab, saat ini masih banyak masyarakat yang kurang memiliki pemahaman mengenai kontrasepsi maupun pilihan kontrasepsi yang digunakan," sebut Ketua Asia Pacific Council on Contraception (APCOC) Indonesia Prof Biran Affandi SpOG (K) MD PhD.
Kontrasepsi berasal dari kata kontra, berarti "mencegah" atau "melawan" dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Jadi, maksud dari kontrasepsi adalah menghindari terjadinya kehamilan akibat pertemuan sel telur matang dengan sel sperma.
Pada masyarakat awam, alat kontrasepsi dikenal hanya sebagai alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Namun, sebenarnya banyak sekali manfaat dari alat kontrasepsi. Contohnya sebagai kebutuhan fisik, kontrasepsi memiliki peranan dalam setiap fase reproduksi, yaitu untuk menunda kehamilan atau menjarangkan kehamilan.
"Kontrasepsi ini mempunyai banyak manfaat. Karena itu, kontrasepsi sudah menjadi kebutuhan modern bagi masyarakat sekarang," paparnya.
Hal yang sama juga disampaikan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr Sugiri Sjarief MPA. Dia menuturkan, perkembangan penduduk di Indonesia sudah meningkat sejak 2000 lalu. Data BKKBN terkini (2007) mengungkapkan, penduduk Indonesia berjumlah sekitar 224,9 juta dan merupakan keempat terbanyak di dunia.
Berdasarkan kuantitasnya, penduduk Indonesia tergolong sangat besar, tapi dari segi kualitas masih memprihatinkan dan tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Dokumen yang sama juga menyatakan,tingkat pemakai alat kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada 1997, jumlahnya hanya 57%, sedangkan sekarang sudah mencapai 61,4% (SDKI 2007).
Hanya, hal tersebut masih menjadi kekhawatiran pemerintah dalam menghadapi kemungkinan terjadinya "ledakan" jumlah penduduk. Walaupun tingkat pemakaian kontrasepsi sudah tinggi, kampanye akan pentingnya kontrasepsi masih dilakukan. Ini demi mencapai salah satu tujuan dari BKKBN pada 2050 mendatang.
"Pasangan usia subur yang menggunakan metode kontrasepsi terus meningkat mencapai 61,4 %. Pola pemakaian kontrasepsi suntik terbesar adalah suntik," jelas Sugiri.
Banyak pasangan usia subur belum menemukan alat kontrasepsi yang sesuai secara rasional, baik tujuan pengaturan kelahiran atau kondisi fisik biologisnya. Di samping itu, masih banyak pengguna kontrasepsi yang kurang efektif, efisien, serta memiliki jangka penggunaan sesuai kebutuhan. Yakni, apakah tujuannya untuk menunda, menjarangkan kelahiran, atau tidak menginginkan anak lagi.
Bertepatan dengan hari kontrasepsi dunia yang jatuh pada 26 September 2008 lalu, PT Bayer Indonesia menggelar kegiatan pembagian informasi mengenai kontrasepsi. Kegiatan itu dilakukan di 15 pusat keramaian Jakarta, di antaranya Terminal Senen, Stasiun Gambir, dan ITC Ambassador.
"Kegiatan yang diperingati serentak di seluruh dunia ini dilakukan sebagai upaya untuk kembali menyadarkan masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta, mengenai pentingnya kontrasepsi pada pasangan usia subur," tutur Business Unit Manager Woman Healthcare dari PT Bayer Indonesia, Dr Rosalina Sutadi saat acara pembagian informasi mengenai kontrasepsi yang mengangkat tema "Your Life, Your Body, Your Choice" di Mall ITC Ambassador, 26 September 2008.
Tingkat kehidupan yang berbeda akan memunculkan kebutuhan yang berbeda pula dalam hal kontrasepsi. Karena itu, kontrasepsi merupakan pilihan individu. Diperlukan sosialisasi kesadaran dan edukasi mengenai kontrasepsi untuk memberdayakan masyarakat tentang informasi yang benar, edukasi dan komunikasi untuk memberikan kesempatan membuat pilihan kontrasepsi dengan penuh kesadaran.
Penyakit HIV/AIDS Terus Meningkat
PENYEBARAN penyakit HIV/AIDS menjadi sorotan pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan (Depkes). Hal tersebut dapat dilihat dari sejumlah kegiatan yang diadakan Depkes bersama para mitra program penanggulangan penyakit mematikan itu.
Misalnya, melakukan Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) pada 2007 lalu. Sekretaris Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Nafsiah Mboy mengatakan, prevalensi penyakit HIV yang tertinggi masih terjadi di kalangan berisiko pengguna jarum suntik narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya atau napza.
Namun, dikhawatirkan beberapa tahun ke depan mulai bergeser pada pelaku kegiatan seksual tidak aman atau tanpa kondom. "Data jumlah penderita penyakit menular terus meningkat," ujar Nafsiah pada saat acara diskusi peluncuran diseminasi Survei Terpadu Biologis Perilaku di Gedung Depkes, Jln HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Senin (13/10).
Dia menuturkan, upaya penanggulangan atau meredam penyebaran kasus HIV/AIDS pada kelompok berisiko tinggi yang dilakukan pemerintah dan sejumlah pihak terkait tidak terlalu efektif. Pemakaian kondom belum juga menjadi kebiasaan bagi pelaku berisiko tinggi. Survei STBP menunjukkan peningkatan penyakit kelamin di Tanah Air yang mungkin paling tinggi di dunia.
Lebih lanjut dikatakan, kendala terbesar mengapa program penanggulangan dan pencegahan penyakit HIV/AIDS gagal, dikarenakan pola pikir dan perilaku sosial budaya pada masyarakat yang salah. Contohnya, anggapan orang-orang yang meyakini laki-laki yang jantan adalah laki-laki yang suka berganti-ganti pasangan seks.
"Laki-laki jantan seharusnya yang bisa melindungi diri dan pasangannya dari penyakit infeksi menular seks (IMS)," paparnya. Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Depkes Tjandra Yoga Aditama menuturkan, survei tersebut dilakukan di 14 kota dengan kelompok sasaran yang terbagi menjadi lima.
"Kelompok sasaran itu terdiri atas kelompok sasaran,yaitu wanita penjaja seksual, lelaki yang suka lelaki, waria, pria berisiko tinggi, dan pengguna napza suntik," ucapnya di acara yang sama. Tjandra mengatakan, sopir truk dan anak buah kapal adalah kelompok paling tinggi tertular HIV.
Hubungan seks tanpa kondom antara wanita pekerja seks dan pelanggannya dikatakan menjadi cara penularan HIV terbesar kedua di Indonesia.
Sumber: www.lifestyle.okezone.com