Social Icons

Pages

Rabu, 31 Oktober 2012

Epidemiologi Demam Berdarah

Tinjauan Aspek Lingkungan pada Vektor DHF

Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi virus yang dibawa melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Tanda-tanda umum demam berdarah antara lain diitandai demam yang bersifat bifasik selama 2-7 hari dan adanya manifestasi pendarahan. Haemorraghic Fever atau demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang menjadi masalah serius kita. Penyakit ini masih sering menimbulkan KLB, juga kematian.

Demam Berdarah Dengue disebabkan virus yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirosis) dalam genus Flavivirus. Secara epidemiologi terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.

Selain Eedes aegypti, keberadaan nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dapat berperan sebagi vector.  Pada Aedes dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang ada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya.

Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif).

Di dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.

Manusia merupakan pembawa utama virus dengue. Berdasarkan beberapa penelitian, perbaikan transportasi yang disertai perpindahan orang dan barang yang cepat dari daerah dengue ke daerah nondengue atau sebaliknya. Kepadatan penduduk dapat mempermudah transmisi virus dengue karena sifat multiple-bitting dari virus

Aspek Lingkungan Pada Penyebaran Vektor DBD
Sebagian Habitat Aedes Aegipty

Aspek Cuaca dan Iklim
Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-320C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama.

Ditengarai, aenyebaran Aedes aegypti di pedesaan akhir-akhir ini sangat terkait dengan pengembangan sistem penyediaan air bersih pedesaan dan sistem transportasi yang lebih baik.

Selain itu curah curah hujan lebih dari 200 cm per tahun, menjadikan populasi Aedes aegypti di perkotaan, semi perkotaan dan pedesaan lebih stabil. Menurut data WHO (2003), urbanisasi cenderung meningkatkan jumlah habitat yang cocok untuk Aedes agypti. Di beberapa kota yang banyak pepohonan, Aedes aegypti dan Aedes albopictus hidup bersamaan, namun pada umumnya Aedes aegypti lebih dominan, tergantung pada keberadaan dan jenis habitat jentik serta tingkat urbanisasi

Curah hujan dapat menambah jumlah tempat breading places atau dapat pula menghilangkan tempat perindukan. Curah hujan dapat juga berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban nisbi udara. Curah hujan 140 mm/minggu dapat menghambat berkembangbiaknya nyamuk. Curah hujan tinggi juga dimungkinkan menyebabkan hilangnya tempat perindukan vektor karena terbawa aliran air.

Berdasarkan aspek suhu, walaupun nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, namun kemampuan proses metabolism nyamuk menurun atau bahkan terhenti bila suhu udara turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu diatas 35C berdampak pada proses fisiologis nyamuk. Sedangkan suhu optimum rata-rata pertumbuhan nyamuk antara 25C - 27C. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali pada suhu kurang dari 10C atau lebih dari 40C. Sementara untuk proses pertumbuhan jentik memerlukan suhu antara 25C - 30C.

Sementara berdasarkan aspek kelembaban udara, merupakan faktor penting dalam pertumbuhan nyamuk. Kelembaban optimal yang diperlukan untuk pertumbuhan nyamuk antara 60% sampai 80%. Jika keadaan suhu udara dan kelembaban yang optimal, umur nyamuk dapat mencapai satu bulan (umur nyamuk Aedes aegypti betina rata-rata 10 hari). Fakroe kelembapan secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap umur nyamuk. Misalnya pada kelembaban tinggi menyebabkan nyamuk cepat payah sehingga dapat menyebabkan kematian. Sedangkan pada kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek.

Asepek Ketinggian
Menurut WHO (2003), berdasarkan penelitian, aspek ketinggian merupakan faktor penting yang membatasi penyabaran Aedes aegypti. Misalnya pada dataran rendah (kurang dari 500 meter) tingkat populasi nyamuk dari sedang hingga tinggi, sementara di daerah pegunungan (lebih dari 500 meter) populasinya rendah. Di negara-negara Asia Tenggara ketinggian 1000 sampai 1500 meter merupakan batas penyebaran Ae.aegypti. Dibelahan dunia lain, nyamuk tersebut di temukan di daerah yang lebih tinggi seperti di temukan pada ketinggian 2200 meter di Kolumbia

Aspek Kecepatan Angin
Kecepatan angin cecara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kelembaban dan suhu udara. Juga dapat berpengaruh pada jarak terbang nyamuk. Sebagaimana diketahui, jarak terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, dengan jarak terbang maksimal 100 meter. Namun jarang terbang secara pasiv dapat lebih jauh sehingga berpengaruh pada proses penyebaran DBD secara kewilayahan.

Aspek Lingkungan Biologi
Menurut Depkes RI (1992), banyak lingkungan biologik yang mendukung terjadinya tempat perindukan dan perkembangbiakan vektor DBD, misalnya pot tanaman bias, tempat minum hewan piaraan, perangkap semut dan sebagainya termasuk barang-barang bekas yang potensial sebagai tempat tergenangnya air. Selain itu dengan banyaknya tanaman hias dan pekarangan di sekitar rumah juga akan mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan yang memungkinkan sebagai tempat untuk istirahat nyamuk Aedes aegypti.

Referensi, antara lain: Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue, WHO & Depkes RI. (2003)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text