Limbah Cair B3 pada Sarana Pelayanan Kesehatan
Sebagai tenaga Kesehatan lingkungan atau praktisi Kesehatan masyarakat, kita harus bisa memastikan, bahwa sarana pelayanan Kesehatan kita (Rumah Sakit, Puskesmas, Laboratorium, dan lainnya) sudah secara khusus mengelola limbahmedis dan limbah cair B3 yang dihasilkannya. Patokan kita dalam pengelolaan ini, antara lain merujuk peraturan pemerintah Nomor 18 tahun 1999, yang menyebutkan bahwa keberadaan limbah medis termasuk limbah B3 pada sarana pelayanan Kesehatan harus dikelola sesuai standar yang ditetapkan. Selain itu berbagai upaya harus sudah dilaksanakan untuk minimalisasi limbah, sehingga usaha kelola itu dapat berjalan efektif dan efisien.
Sarana pelayanan Kesehatan seperti rumah sakit, Puskesmas, atau laboratorium lingkungan maupn medis, dalam operasionalnya akan menghasilkan produk samping berupa limbah. Limbah dari sarana pelayanan Kesehatan tersebut secara spesifik kita kenal dengan limbah medis. Selain limbah medis, sarana pelayanan Kesehatan juga berpotensi menghasilkan lembah bahan Berbahaya dan beracun (B3), sesuai spesifikasi bahan dan jenis pelayanan yang dihasilkan.
Suatu rumah sakit juga dapat menjadi sumber permasalahan terhadap lingkungan, terutama jika limbah yang dihasilkan sebagai akibat aktifitas pelayanan Kesehatan tidak dikelola dengan baik. Lebih spesifik lagi jika limbah yang dihasilkan tersebut mempunyai beberapa karakteristik dan berpotensi menghasilkan dampak yang digolongkan sebagai limbah yang mengandung Bahan Berbahaya Beracun (B3), yang berbahaya terhadap kehidupan manusia, seperti pembuangan bekas jarum suntik, bekas jarum infus, yang dapat merupakan vektor pembawa bibit penyakit.
Jika mengacu Kepututusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 58 tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair rumah sakit, tercantum kewajiban pengelola dan penanggung jawab sarana pelayanan Kesehatan untuk mengelola dan memantau limbah cair yang dihasilkan, baik pada komponen fisika, kimia, mikrobiologi dan radioaktif, atau parameter yang spesifik lainnya.
Demikian pula limbah dari kegiatan radiologi, kedokteran nuklir, pengobatan cancer dan limbah laboratorium yang sebagian merupakan limbah dengan kandungan B3. Dengan kata lain limbah cair B3 dapat memberikan dampak pada Kesehatan akibat kontak dengan B3 atau terpapar oleh pencemar melalui berbagai cara maka dampak Kesehatan yang timbul bervariasi dari ringan, sedang sampai berat bahkan sampai menimbulkan kematian, tergantung dari dosis dan waktu perjalanan. Jenis penyakit yang ditimbulkan, pada umumnya merupakan penyakit non infeksi antara lain : keracunan, kerusakan organ, kanker, hypertensi, asma brochioli, pengaruh pada janin yang dapat mengakibatkan lahir cacat (cacat bawaan), kemunduran mental, gangguan pertumbuhan baik fisik maupun psikis, gangguan kecerdasan dan lain-lain.
Prinsip Pengelolaan Limbah cair Rumah Sakit
Rumah Sakit dalam menjalankan fungsi operasionalnya menghasilkan limbah, baik itu limbah domestik, limbah padat, limbah cair dan limbah gas serta limbah radioaktif. Secara prinsip manajemen pengelolaan limbah medis rumah sakit dimulai dengan suatu perencanaan (Planning), pelaksanaan (Implementing), pengawasan (Controling) dan evaluasi (Evaluation). Pengelolaan limbah yang sesuai standar baku mutu lingkungan perlu di informasikan kepada masyarakat agar tidak menimbulkan persepsi yang negatif yang pada akhirnya akan merugikan rumah sakit itu sendiri.
Tindakan pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan pengelolaan limbah cair adalah tindakan pencegahan. Tindakan tersebut dilakukan dalam bentuk pengurangan volume atau bahaya dari limbah yang dikeluarkan ke lingkungan. Tindakan itu dikenal dengan istilah minimasi limbah yang meliputi beberapa tindakan dengan urutan prioritas sebagai berikut : Reduksi pada sumbernya (reduce), pemanfaatan limbah yang terdiri dari kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycling) dan pemulihan kembali (recovery) Keuntungan yang diperoleh dari upaya minimisasi limbah adalah sebagai berikut: penggunaan sumberdaya alam lebih efisien, efisiensi produksi meningkat, mencegah atau mengurangi terbentuknya limbah dan bahan pencemar pada umumnya, mencegah pindahnya pencemar antar media, mengurangi terjadinya resiko Kesehatan manusia dan lingkungan, mendorong dikembangkan dan dilaksanakannya teknologi bersih dan produk akrab lingkungan. Mengurangi biaya pentaatan hukum, terhindar dari biaya pembersihan lingkungan, meningkatakan daya saing di pasar internasional, pendekatan pengaturan bersifat fleksibel dan sukarela.
Tujuan utama dari pengelolaan limbah cair rumah sakit untuk mendegadrasikan pencemarannya, sehingga kualitas efluen yang dihasilkan memenuhi syarat-syarat tertentu. Pengelolaan limbah cair merupakan upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah keluar dari proses produksi (end of pipe) melalui proses fisik, kimia dan biologi.
Sebagai tenaga Kesehatan lingkungan atau praktisi Kesehatan masyarakat, kita harus bisa memastikan, bahwa sarana pelayanan Kesehatan kita (Rumah Sakit, Puskesmas, Laboratorium, dan lainnya) sudah secara khusus mengelola limbahmedis dan limbah cair B3 yang dihasilkannya. Patokan kita dalam pengelolaan ini, antara lain merujuk peraturan pemerintah Nomor 18 tahun 1999, yang menyebutkan bahwa keberadaan limbah medis termasuk limbah B3 pada sarana pelayanan Kesehatan harus dikelola sesuai standar yang ditetapkan. Selain itu berbagai upaya harus sudah dilaksanakan untuk minimalisasi limbah, sehingga usaha kelola itu dapat berjalan efektif dan efisien.
Sarana pelayanan Kesehatan seperti rumah sakit, Puskesmas, atau laboratorium lingkungan maupn medis, dalam operasionalnya akan menghasilkan produk samping berupa limbah. Limbah dari sarana pelayanan Kesehatan tersebut secara spesifik kita kenal dengan limbah medis. Selain limbah medis, sarana pelayanan Kesehatan juga berpotensi menghasilkan lembah bahan Berbahaya dan beracun (B3), sesuai spesifikasi bahan dan jenis pelayanan yang dihasilkan.
Suatu rumah sakit juga dapat menjadi sumber permasalahan terhadap lingkungan, terutama jika limbah yang dihasilkan sebagai akibat aktifitas pelayanan Kesehatan tidak dikelola dengan baik. Lebih spesifik lagi jika limbah yang dihasilkan tersebut mempunyai beberapa karakteristik dan berpotensi menghasilkan dampak yang digolongkan sebagai limbah yang mengandung Bahan Berbahaya Beracun (B3), yang berbahaya terhadap kehidupan manusia, seperti pembuangan bekas jarum suntik, bekas jarum infus, yang dapat merupakan vektor pembawa bibit penyakit.
Jika mengacu Kepututusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 58 tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair rumah sakit, tercantum kewajiban pengelola dan penanggung jawab sarana pelayanan Kesehatan untuk mengelola dan memantau limbah cair yang dihasilkan, baik pada komponen fisika, kimia, mikrobiologi dan radioaktif, atau parameter yang spesifik lainnya.
Demikian pula limbah dari kegiatan radiologi, kedokteran nuklir, pengobatan cancer dan limbah laboratorium yang sebagian merupakan limbah dengan kandungan B3. Dengan kata lain limbah cair B3 dapat memberikan dampak pada Kesehatan akibat kontak dengan B3 atau terpapar oleh pencemar melalui berbagai cara maka dampak Kesehatan yang timbul bervariasi dari ringan, sedang sampai berat bahkan sampai menimbulkan kematian, tergantung dari dosis dan waktu perjalanan. Jenis penyakit yang ditimbulkan, pada umumnya merupakan penyakit non infeksi antara lain : keracunan, kerusakan organ, kanker, hypertensi, asma brochioli, pengaruh pada janin yang dapat mengakibatkan lahir cacat (cacat bawaan), kemunduran mental, gangguan pertumbuhan baik fisik maupun psikis, gangguan kecerdasan dan lain-lain.
Prinsip Pengelolaan Limbah cair Rumah Sakit
Rumah Sakit dalam menjalankan fungsi operasionalnya menghasilkan limbah, baik itu limbah domestik, limbah padat, limbah cair dan limbah gas serta limbah radioaktif. Secara prinsip manajemen pengelolaan limbah medis rumah sakit dimulai dengan suatu perencanaan (Planning), pelaksanaan (Implementing), pengawasan (Controling) dan evaluasi (Evaluation). Pengelolaan limbah yang sesuai standar baku mutu lingkungan perlu di informasikan kepada masyarakat agar tidak menimbulkan persepsi yang negatif yang pada akhirnya akan merugikan rumah sakit itu sendiri.
Tindakan pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan pengelolaan limbah cair adalah tindakan pencegahan. Tindakan tersebut dilakukan dalam bentuk pengurangan volume atau bahaya dari limbah yang dikeluarkan ke lingkungan. Tindakan itu dikenal dengan istilah minimasi limbah yang meliputi beberapa tindakan dengan urutan prioritas sebagai berikut : Reduksi pada sumbernya (reduce), pemanfaatan limbah yang terdiri dari kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycling) dan pemulihan kembali (recovery) Keuntungan yang diperoleh dari upaya minimisasi limbah adalah sebagai berikut: penggunaan sumberdaya alam lebih efisien, efisiensi produksi meningkat, mencegah atau mengurangi terbentuknya limbah dan bahan pencemar pada umumnya, mencegah pindahnya pencemar antar media, mengurangi terjadinya resiko Kesehatan manusia dan lingkungan, mendorong dikembangkan dan dilaksanakannya teknologi bersih dan produk akrab lingkungan. Mengurangi biaya pentaatan hukum, terhindar dari biaya pembersihan lingkungan, meningkatakan daya saing di pasar internasional, pendekatan pengaturan bersifat fleksibel dan sukarela.
Tujuan utama dari pengelolaan limbah cair rumah sakit untuk mendegadrasikan pencemarannya, sehingga kualitas efluen yang dihasilkan memenuhi syarat-syarat tertentu. Pengelolaan limbah cair merupakan upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah keluar dari proses produksi (end of pipe) melalui proses fisik, kimia dan biologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar